Di
kelas VIII, kamu sudah mempelajari kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar
negara, Pancasila hendaknya menjiwai cara pandang dan cara bertindak bangsa
Indonesia. Usaha untuk menjiwai Pancasila sangat dinamis. Dari masa ke masa
sejak kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, berbagai tantangan dihadapi, baik
dari bangsa asing maupun dari masyarakat Indonesia sendiri. Namun, kita percaya
bahwa Pancasila mampu menjawab semua tantangan zaman.
PETA KONSEP
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini, siswa
diharapkan mampu :
• mensyukuri perwujudan Pancasila
sebagai Dasar Negara yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa;
• menunjukkan sikap
bangga akan tanah air sebagai perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara;
• mengamati dinamika yang terjadi
di masyarakat, terlebih menganai praktik ideal Pancasila sebagai dasar negara
dan pandangan hidup bangsa;
• merancang dan melakukan
penelitian sederhana tentang peristiwa dan dinamika yang terjadi di masyarakat
terkait penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa.
A.
Penerapan Pancasila dari Masa ke Masa
1.
Masa 1945-1950
Tahun 1945 hingga tahun 1950 adalah masa awal
kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini, penerapan Pancasila di Indonesia mendapat
banyak tantangan dari berbagai pihak. Pihak Belanda masih ingin menguasai
Indonesia dan melaksanakan agresi militer. Selain itu, terdapat upaya-upaya
pemberontakan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia di sejumlah tempat,
bahkan ada usaha untuk mengganti Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia. Adapun pemberontakan-pemberontakan yang terjadi adalah sebagai
berikut.
a.
Pemberontakan PKI
Partai Komunis Indonesia (PKI) memberontak pada tahun
1948. Kota Madiun di Jawa Timur dijadikan basis pemberontakan. Pada tanggal 19
September 1948, Musso (tokoh PKI yang pada 1926 melarikan diri ke luar negeri
setelah PKI gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Belanda)
memproklamasikan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia. Tujuan Musso
adalah merebut kekuasaan dan mengganti dasar Negara Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dengan komunisme. Pemerintah segera menumpas
pemberontakan. Tentara RI dengan dukungan rakyat berhasil merebut kembali Kota
Madiun pada tanggal 30 September 1948. Musso pun tewas ditembak dalam sebuah
pengepungan oleh TNI pada 31 Oktober 1948 di Samandang, Ponorogo, Jawa Timur.
Tumpasnya pemberontakan dalam waktu relatif singkat membuktikan kesetiaan
rakyat pada Pancasila dan NKRI
b.
Pemberontakan DI/Tll di Jawa Barat dan Jawa Tengah
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) berniat
mendirikan negara dengan dasar Islam. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan
pendukungnya disebut Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam
mempunyai pengaruh di daerah-daerah lain. Setelah Kartosuwiryo memproklamasikan
NII di Jawa Barat, di Jawa Tengah, pasukan Amir Fatah menyatakan bergabung
dengan DI/TII. Amir Fatah memproklamasikan berdirinya Darul Islam pada tanggal
23 Agustus 1949. Pemberontakan DI/TII di kedua wilayah ini segera ditumpas oleh
tentara yang didukung rakyat Indonesia.
c.
APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) didirikan oleh
Raymond Westerling. Sebagian prajurit APRA adalah prajurit KNIL (Koninklijke
Nederlands-Indische Leger) atau Tentara Hindia Belanda. Setelah Konferensi
Meja Bundar tahun 1949, Indonesia menjadi negara serikat dengan Negara Pasundan
salah satu bagiannya. Namun, dorongan masyarakat untuk kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan membubarkan negara-negara bagian terus menguat.
Tujuan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara Pasundan di Indonesia dan
mempertahankan adanya tentara sendiri. APRA melakukan pemberontakan pada 23
Januari 1950 dan berhasil menguasai sebagian Kota Bandung. Namun, berkat
dukungan rakyat, operasi militer yang dijalankan tentara APRIS (Angkatan Perang
Republik Indonesia Serikat) berhasil menumpas pemberontakan APRA. Westerling
kemudian melarikan diri ke luar negeri.
d.
Andi Azis
Pada tanggal 5 April 1950, terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh kesatuan-kesatuan bekas KNIL yang dipimpin oleh Kapten Andi
Azis. Ia adalah mantan perwira KNIL. Andi Azis memberikan sebuah tuntutan,
yaitu hanya pasukan-pasukan APRIS bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas
daerah NIT (Negara Indonesia Timur). Ia sangat menentang masuknya pasukan APRIS
dari TNI yang dikirim dari Jawa. Selain itu, ia menyatakan bahwa NIT harus
tetap berdiri.
Pada 8 April 1950, pemerintah pusat RIS mengeluarkan
ultimatum kepada Andi Azis untuk datang dan melaporkan diri ke Jakarta dalam 2
x 24 jam. Namun, setelah batas ultimatum yang dikeluarkan agar Andi Azis ke
Jakarta untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya lewat, Andi Aziz tidak
datang juga ke Jakarta. Oleh karena itu, pasukan ekspedisi dikirim untuk
menumpas pemberontakan yang dipimpin Andi Aziz. Seluruh pasukan ekspedisi
berhasil mendarat pada 26 April 1950. Pada bulan yang sama pula, Andi Azis
menyerahkan diri, tetapi pertempuran sengit tetap terjadi pada bulan Mei dan
Agustus 1950.
e.
Pemberontakan RMS
Republik Maluku Selatan (RMS) dipimpin Dr. Soumokil,
mantan Jaksa Agung di Nusa Tenggara Timur. RMS berdiri pada tanggal 25 April
1950. Dalam pemberontakan ini ada gerakan separatisyang menolak integrasi dan
ingin membentuk negara sendiri. Awalnya, pemerintah bersikap lunak dengan
merundingkan masalah RMS secara damai, tetapi ditolak. Akhirnya, pemerintah
mengirim ekspedisi militer ke Maluku dan pemberontakan dapat dipadamkan.
Selain sejumlah pemberontakan yang terjadi, pada masa
1945-1950, penerapan Pancasila di Indonesia juga mendapat tantangan dengan
perubahan bentuk Negara Indonesia yang sebelumnya negara kesatuan menjadi
negara serikat. Hal tersebut sejalan dengan hasil dari Konferensi Meja Bundar 2
November 1949. Adapun dalam negara serikat, wilayah Indonesia dibagi dalam 7
negara bagian dan 9 daerah otonom, dengan besar wilayah dan jumlah penduduk
yang berbeda. Negara-negara bagian tersebut antara lain Republik Indonesia
(dengan luas daerah dan jumlah penduduk terbanyak), Negara Pasundan, Negara
Sumatra Timur, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Selatan. Adapun
presiden untuk Republik Indonesia Serikat adalah Presiden Soekarno dan perdana
menterinya adalah Moh. Hatta. Konstitusi yang dipakai adalah Konstitusi RIS.
Pada dasarnya, pemberlakuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tidak serta
merta mencabut Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945.
Sejak awal tahun 1950, dorongan rakyat agar RIS
dibubarkan dan Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia
makin menguat. Pemerintah negara-negara bagian dan RIS kemudian bergabung untuk
merancang UUD baru dengan konsep negara kesatuan.
Pada 15 Agustus 1950, Presiden RIS, Soekarno,
mengumumkan Piagam Pernyataan Terbentuknya Negara Kesatuan. Selain itu, di
waktu yang sama, Soekarno menandatangani UUDS yang dikenal dengan UUDS 1950.
Adapun UUDS 1950 mulai berlaku pada 17 Agustus 1950, Dengan demikian, Indonesia
kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan UU
No. 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia
Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Penambahan
kata “Sementara” pada Undang-Undang Dasar Sementara 1950 memiliki arti
tersendiri, yaitu UUDS 1950 hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya
anggota-anggota Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi
baru. Pemilihan umum tersebut terjadi pada tahun 1955.
2.
Masa 1950-1959
Setelah bubarnya Republik Indonesia Serikat, Indonesia
menggunakan UUDS 1950 sebagai konstitusi. Berdasarkan UUDS 1950, bentuk Negara
Indonesia adalah negara kesatuan. UUDS 1950 menganut sistem pemerintahan
parlementer, sama seperti RIS. Berdasarkan UUDS 1950, presiden berfungsi
sebagai kepala negara dan menjadi bagian dari pemerintah. Namun, tanggung jawab
pemerintahan berada di tangan perdana menteri bersama para menterinya.
Penerapan Pancasila pada periode ini cenderung
diarahkan sebagai ideologi liberal. Hal ini ternyata tidak menjamin stabilitas
pemerintahan. Berbagai kabinet terbentuk dan jatuh silih berganti. Pada masa
itu, terlaksana pemilihan umum pertama Indonesia, yaitu pada tanggal 29
September 1955. Terpilih 272 wakil rakyat sebagai anggota DPR. Pemilu 1955 juga
berhasil memilih anggota-anggota lembaga Konstituante sejumlah 550 orang.
Lembaga Konstituante mulai bekerja sejak tahun 1956. Tugas lembaga ini adalah
menyusun konstitusi baru pengganti UUDS 1950. Namun, hingga tahun 1959,
tugasnya belum juga terselesaikan. Terjadi perdebatan terus-menerus antar anggota
konstituante. Kegagalan Konstituante untuk menyusun undang-undang dasar baru
dikhawatirkan akan membawa perpecahan bangsa. Presiden Soekarno kemudian
mengeluarkan Dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 yang intinya
memberlakukan kembali UUD NR1 Tahun 1945 dan membubarkan Konstituante.
Pada periode ini, persatuan Indonesia juga mendapat
tantangan berat dengan munculnya sejumlah pemberontakan yang bertujuan
melepaskan diri dari NKRI. Pemberontakan yang terjadi antara lain sebagai
berikut.
a.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan, dan Aceh
Pada April 1950, Ibnu Hajar dan pasukannya melakukan
pengacauan di Kalimantan Selatan dan menyatakan bergabung dengan DI/Tll. Sementara
itu, pemberontakan DVTII di Sulawesi Selatan dipimpin Abdul Kahar Muzakkar.
Pada Agustus 1953, Kahar Muzakkar menyatakan Sulawesi Selatan merupakan bagian
dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Adapun DI/Tll di Aceh
dipimpin Daud Beureueh. Pada tanggal 20 September 1953, Daud Beureueh
menyatakan Aceh adalah bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan
Kartosuwiryo. Pemerintah segera mengirim pasukan untuk menumpas berbagai
pemberontakan tersebut. Dalam beberapa pemberontakan tersebut, dilakukan jalur
perundingan dan jalur militer. Berkat dukungan rakyat, akhirnya,
pemberontakanpemberontakan tersebut berhasil dipadamkan.
b.
Pemberontakan PRRI
Pemerintahan Revolusioner Republik lndonesia (PRRI) didirikan
di Sumatra. Pada tanggal 15 Februari 1958, Ahmad Husein memproklamasikan
berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Untuk
memadamkan pemberontakan, pemerintah melakukan sejumlah operasi militer.
c.
Pemberontakan Permesta
Di Universitas Permesta, pada 17 Februari 1958,
diadakan pertemuan yang dihadiri para tokoh politik, gubernur militer Sulawesi
Utara dan Tengah, para cendikiawan, dan Mayor D. Jus Somba. Saat pertemuan
tersebut, terlontarlah pernyataan dari Mayor D. Jus Somba bahwa Permseta di
Sulawesi Utara dan Tengah mendukung PRRI seutuhnya. Dengan demikian, sejak 17
Februari 1958, Permesta memutus hubungan dengan pemerintah RI. Pemerintah
segera melakukan operasi militer yang terbagi dalam beberapa tahap untuk
menumpas pemberontakan ini.
3.
Masa 1959-1966
Sebagian pihak menyebut masa 1959 hingga 1966 sebagai
periode demokrasi terpimpin. Pada masa ini, demokrasi dianggap tidak berada
pada kekuasaan rakyat, sebagaimana diamanatkan nilai-nilai Pancasila, namun
cenderung berada pada kekuasaan pribadi presiden. Terjadi penyimpangan
penafsiran terhadap Pancasila pada masa ini. Penyimpangan yang terjadi antara
lain sebagai berikut.
a.
Diangkatnya
Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
b.
Pembubaran
DPR hasil pemilu 1955 oleh presiden melalui Penetapan Presiden (Penpres) No. 3
tahun 1960 tentang Pembaharuan Susunan Dewan Perwakilan Rakyat yang ditetapkan
pada tanggal 5 Maret 1960. Pembubaran ini terjadi karena DPR tidak menyetujui
RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
c.
Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) tidak dipilih oleh rakyat,
tetapi sebagian besar dipilih dan diangkat langsung oleh presiden. Pada tanggal
24 Juni 1960, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 4 tahun 1960 tentang Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong. Berdasarkan Pasal 3 Penpres tersebut.
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, termasuk ketua dan wakil
ketua, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
d.
Pelaksanaan
politik konfrontasi. Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia yang
dianggap negara boneka Inggris. Pada 3 Mei 1964, Presiden Soekarno memberi
komando pengganyangan Malaysia (Dwikora). Indonesia kemudian keluar dari
keanggotaan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 7 Januari 1965.
e.
Adanya
percobaan penggabungan atau pencampuran nasionalis, agama, dan komunisme
(Nasakom), tetapi ternyata tidak cocok untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada masa ini, terjadi peristiwa pemberontakan PKI
atau G 30 S/PKI pada tanggal 30 September 1965. PKI berusaha merebut kekuasaan
disertai pembunuhan enam perwira tinggi dan seorang ajudan Jenderal A. H.
Nasution, yaitu sebagai berikut.
a.
Jenderal
Ahmad Yani
b.
Letjen
M.T. Haryono
c.
Letjen
Soeprapto
d.
Letjen
S. Parman
e.
Mayjen
D.I. Panjaitan
f.
Mayjen
Soetojo Siswomihardjo
g.
Letnan
Satu Pierre A. Tendean
Pemberontakan G 30 S/PKI dilakukan antara lain untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Tentara dan rakyat yang tetap
mendukung persatuan dan kesatuan NKRI ,serta Pancasila sebagai dasar negara,
segera menghentikan pemberontakan PKI tersebut. Adapun tanggal 30 September diperingati
sebagai hari peringatan G 30 S/PKI, sedangkan 1 Oktober diperingati sebagai
hari Kesaktian Pancasila.
4.
Masa 1966-1998
Pada 12 Januari 1966, terjadi demonstrasi mahasiswa
dan rakyat yang menyampaikan beberapa tuntutan. Selanjutnya, demontrasi
tersebut dikenal sebagai Tiga Tuntutan Hati Nurani Rakyat (Tritura). Adapun isi
Tritura adalah sebagai berikut.
a.
Bubarkan
PKI beserta ormas-ormasnya.
b.
Bubarkan
kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c.
Turunkan
harga.
Beberapa elemen gerakan mahasiswa dan rakyat yang turut
serta dalam demonstrasi itu antara lain Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia
(KAPPI), Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia
(KASI), Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI), dan Kesatuan Aksi Guru Indonesia
(KAGI).
Situasi yang makin tidak menentu membuat Presiden
Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret
1966. Isi surat itu meminta Letnan Jenderal Soeharto selaku Panglima Komando
Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengendalikan keamanan
dan ketertiban negara. Soeharto segera mengambil tindakan antara lain
membubarkan PKI beserta ormas-ormasnya dan mengamankan para menteri yang
diindikasi terlibat G 30 S/PKI. MPRS kemudian memperkuat Supersemar dengan Tap
MPRS No. IX tahun 1966.
Masa 1966 hingga 1998 disebut sebagai masa Orde Baru.
Orde Baru diharapkan dapat melaksanakan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 dengan
murni dan konsekuen. Presiden Soeharto sebagai pengemban amanat rakyat
Indonesia kemudian menjalankan sejumlah kebijakan dengan dasar penegakan
stabilitas kemananan dan pembangunan ekonomi. Pemahaman Pancasila disusun dalam
konsep P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) atau Ekaprasetia
Pancakarsa.
Orde Baru awalnya memberi angin segar pada pengamalan
Pancasila. Namun, terdapat kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kemudian yang
dianggap tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Hal yang dianggap tidak sesuai
dengan jiwa Pancasila pada masa Orde Baru antara lain adalah sebagai berikut.
a.
Kebebasan
pers dianggap terbatas, terdapat sejumlah penghentian penerbitan media massa,
seperti majalah Tempo dan tabloid Detik.
b.
Pemerintahan
cenderung sentralistik.
c.
Demokrasi
cenderung dikekang, antara lain hanya ada tiga partai yang boleh ikut pemilihan
umum sejak pemilu 1977 hingga pemilu 1997.
d.
Diduga
terdapat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sehingga menjadi salah satu
penyebab kemunduran ekonomi Indonesia.
5.
Masa 1998-Sekarang
Masa tahun 1998-sekarang ini disebut sebagai masa
reformasi. Pada awal masa ini, kemunduran ekonomi Indonesia dan dugaan
penyelewengan terhadap Pancasila membuat mahasiswa dan masyarakat melakukan
demonstrasi menuntut turunnya Presiden Soeharto. Gerakan ini disebut gerakan
reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto akhirnya menyatakan mundur
sebagai presiden RI dan digantikan oleh wakilnya, B.J. Habibie.
Pergantian pemimpin membuat harapan rakyat atas hal
tersebut menguat. Selain itu, hak rakyat untuk mendirikan partai politik baru
diberikan. Hasilnya, partai-partai baru pun bermunculan. Jika pemilihan umum
1977-1997 hanya diikuti tiga partai, pemilihan umum tahun 1999 diikuti 48
partai. Pada masa reformasi ini, juga dilakukan perubahan (amandemen) UUD NRI
Tahun 1945 yang bertujuan menyempurnakan aturan dasar negara. Salah satu
perubahan adalah pembatasan masa jabatan presiden. Bila sebelumnya Pasal 7 UUD
NRI Tahun 1945 menyatakan "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya
selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.", setelah
perubahan tertulis, ”Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima
tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya
untuk satu kali masa jabatan."
Perkembangan demokrasi pada masa reformasi berkembang
pesat. Untuk pertama kalinya, pada tahun 2004, pemilihan presiden dan wakil
presiden untuk periode 2004-2009 dilakukan secara umum dan langsung. Warga
Negara Indonesia dapat memilih presiden dan wakil presiden dalam pemilihan
umum. Adapun pemilihan umum tersebut diselenggarakan dalam dua putaran dan
dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Rl dan
Muhammad Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI.
Di sisi lain, meskipun telah terjadi berbagai
perubahan dalam masa reformasi, masih ada sejumlah permasalahan yang terjadi.
Sebagian pihak melihat menguatnya semangat primordialisme di Indonesia.
Sebagian masyarakat cenderung mementingkan suku, daerah, atau agama
masing-masing. Perbedaan yang terdapat dalam masyarakat justru
dibesar-besarkan, bukan menjadi suatu kekayaan Indonesia yang patut dijaga dan
diperhatikan. Sepantasnya, masyarakat Indonesia kembali menerapkan semboyan
bangsa Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika 'berbeda-beda, tetapi tetap satu'.
Sementara itu, di tengah arus informasi yang terbuka, masyarakat secara bersama-sama
harus menjaga agar tidak terjadi penyusupan ideologi yang tidak sesuai dengan
Pancasila, baik secara langsung maupun tidak langsung. Diperlukan komitmen
seluruh masyarakat agar Pancasila tetap dipertahankan dan dilaksanakan secara
murni dan konsekuen di Indonesia.
B.
Nilai-Nilai Pancasila Sesuai dengan Perkembangan Zaman
1.
Pengertian Nilai
Nilai berasal dari kata Latin, valere yang
berarti 'kuat, baik, berharga'. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,
yaitu sebagai berikut.
a.
Nilai
material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia.
b.
Nilai
vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat melaksanakan
kegiatan atau aktivitas.
c.
Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani. Nilai kerohanian ini
dapat dibedakan menjadi empat macam sebagai berikut.
1)
Nilai
kebenaran. Nilai ini bersumber pada akal manusia (rasio, budi, dan cipta).
2)
Nilai
keindahan atau nilai estetis. Nilai ini bersumber pada unsur perasaan manusia.
3)
Nilai
kebaikan atau nilai moral. Nilai ini bersumber pada unsur kehendak manusia.
4)
Nilai
religius. Nilai ini merupakan nilai rohani tertinggi. Nilai religius bersumber
pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
2.
Hakikat Ideologi Terbuka
a.
Pengertian Ideologi
Ideologi berasal dari kata idea yang berarti 'gagasan,
konsep, pengertian dasar, cita-cita'; adapun logos berarti 'ilmu'. Secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Terdapat beberapa
pengertian mengenai ideologi, antara lain sebagai berikut.
1)
Menurut
Horton dan Hunt, ideologi merupakan suatu sistem gagasan yang menyetujui
seperangkat norma.
2)
Menurut
W. Newman, ideologi merupakan seperangkat gagasan yang menjelaskan atau
melegalisasikan tatanan sosial, struktur kekuasaan atau cara hidup dilihat dari
segi tujuan, kepentingan atau status sosial dari kelompok atau kolektivitas di
mana ideologi itu muncul.
3)
Menurut
Mubyarto, ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simboI-simbol
kelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja
atau perjuangan untuk mencapai tujuan masyarakat bangsa.
b.
Fungsi Ideologi
Fungsi
ideologi antara lain sebagai berikut.
1)
Menjadi
pedoman bagi individu, masyarakat, atau bangsa untuk berpikir, melangkah, dan
bertindak.
2)
Menjadi
kekuatan yang mampu memberi semangat dan motivasi bagi individu, masyarakat,
dan bangsa untuk mencapai tujuan.
3)
Menjadi
upaya dalam menghadapi berbagai persoalan masyarakat dan bangsa dalam segala
aspek kehidupan.
c.
Perbedaan Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Menurut Kaelan (2005), perbedaan ideologi terbuka dan
tertutup adalah sebagai berikut.
1)
Ideologi
terbuka
a)
Nilai
dan cita-citanya tidak dipaksakan dari luar.
b)
Nilai-nilai
dan cita-cita digali dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat
sendiri.
c)
Hasil
musyawarah dan konsensus masyarakat.
d)
Milik
seluruh rakyat, sehingga dapat sekaligus sebagai kepribadian masyarakat.
e)
Isinya
yang tidak operasional menjadi operasional bila diwujudkan dalam konstitusi.
f)
Bersifat
dinamis dan reformis.
2)
Ideologi
tertutup
a)
Bukan
merupakan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat.
b)
Merupakan
cita-cita satu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan
memperbarui masyarakat.
c)
Dibenarkan
atas nama ideologi bahwa masyarakat harus berkorban.
d)
Kepercayaan
dan kesetiaan ideologis yang kaku.
e)
Bukan
berupa nilai-nilai dan cita-cita.
f)
Terdiri
atas tuntutan konkret dan operasional yang diajukan secara mutlak.
g)
Adanya
ketaatan yang mutlak, bahkan terkadang menggunakan kekuatan dan kekuasaan.
3.
Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
Pancasila merupakan ideologi yang bersifat terbuka.
Dengan demikian, Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipasit, dan
senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman, pengetahuan, dan
teknologi, serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah nilai dasar, niiai
instrumental, dan nilai praktis.
Menurut Hamdayama, dkk. (2012), nilai dalam Pancasila
adalah nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Adapun penjelasannya
sebagai berikut.
a.
Nilai
dasar, yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak,
sebagai sesuatu yang benar, atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai
dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
b.
Nilai
instrumental, yaitu nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang
selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga
negara.
c.
Nilai
praksis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai
ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar
hidup dalam masyarakat.
Adapun sebagai ideologi terbuka, secara struktural,
Pancasila memiliki dimensi idealisme, normatif, dan realistis (Al Hakim, dkk.,
2016).
a.
Dimensi
idealisme dalam Pancasila adalah nilai-nilai dasar yang terkandung dalam
Pancasila yang bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh. Dalam hal ini,
adalah hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila, yaitu
Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
b.
Dimensi
normatif dalam Pancasila adalah penjabaran nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila dalam suatu sistem norma kenegaraan yang lebih operasional. Oleh
karena itu, Pancasila berkedudukan sebagai norma tertib hukum tertinggi dalam
Negara Indonesia.
c.
Dimensi
realitas dalam Pancasila maksudnya suatu ideologi harus mampu mencerminkan
realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, selain
memiliki dimensi nilai ideal dan normatif, Pancasila harus mampu dijabarkan
dalam kehidupan masyarakat secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam penyelenggaraan negara.
C.
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila dalam Berbagai Bidang
Kehidupan
Di kelas VIII,
kamu telah mempelajari nilai-nilai Pancasila. Kamu telah mengetahui bahwa sila-sila
yang terdapat dalam Pancasila merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Suatu sila dalam Pancasila tidak dapat dilepaskan dari pemahaman
sila-sila yang lain. Tiap sila dalam Pancasila juga menjiwai sila-sila yang
lain. Agar pemahaman sila dalam Pancasila dapat lebih dimengerti, mari kita
melihat perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai bidang kehidupan.
1.
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Politik
Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang politik
dapat dilihat dalam beberapa hal, seperti lembaga negara, hukum, dan sistem
demokrasi Indonesia.
a.
Lembaga
negara.
Perwujudan nilai Pancasila dapat
dilihat pada perkembangan kebutuhan masyarakat dan negara mengenai lembaga
negara. Indonesia memiliki lembaga negara, seperti Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), presiden, Mahkamah Agung (MA),
Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Yudisial (KY), dan Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). DPD, MK, dan KY merupakan lembaga-lembaga negara yang dibentuk setelah
amandemen atau perubahan UUD NRI Tahun 1945. DPD merupakan langkah untuk
mengakomodasi kepentingan daerah di tingkat nasional. MK dimaksudkan sebagai
penjaga kemurnian konstitusi. KY berfungsi mengawasi perilaku hakim dan
mengusulkan nama calon hakim agung.
b.
Hukum.
Perwujudan nilai Pancasila dapat
dilihat pada sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila sebagai sumber
dari segala sumber hukum. Semua peraturan atau perundang-undangan yang berlaku
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Semua peraturan atau
perundang-undangan yang berlaku pada hakikatnya merupakan penjabaran dari
nilai-nilai dasar Pancasila.
c.
Sistem
demokrasi.
Perwujudan nilai Pancasila dapat dilihat
pada demokrasi Pancasila yang mengutamakan musyawarah mufakat. Musyarawah dapat
diartikan sebagai upaya bersama untuk mencari pemecahan suatu masalah. Adapun
mufakat dapat diartikan sebagai kesepakatan yang dihasilkan oleh berbagai pihak
yang terlibat secara langsung atau tidak langsung dalam proses pemecahan
masalah. Pelaksanaan demokrasi Pancasila dilandasi semangat kekeluargaan dan
kegotongroyongan, sehingga tidak timbul dominasi mayoritas atau tirani
minoritas.
2.
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Ekonomi
Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang ekonomi ditegaskan
pada Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut.
a.
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. '
b.
Cabang-cabang
produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
c.
Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
d.
Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
keadilan, kebersamaan efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
3.
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Sosial
Budaya
Perwujudan nilai-nilai Pancasila di bidang sosial
budaya dapat terlihat antara lain pada hal-hal berikut.
a.
Menghargai
keragaman budaya Indonesia.
b.
Pelestarian
keragaman budaya Indonesia.
c.
Mengembangkan
ni|ai-ni|ai persamaan status sosial dan menghalangi berkembangnya nilai-nilai
feodalisme.
d.
Menjaga
agar nilai-nilai eksklusivitas dan kedaerahan yang sempit tidak berkembang.
e.
Pengembangan
nilai sosial dan budaya masyarakat menuju modernisasi yang dijiwai Pancasila.
4.
Perwujudan Nilai-Nilai Pancasila di Bidang Pertahanan
dan Keamanan
Perwujudan
nilai-nilai Pancasila di bidang pertahanan dan keamanan terlihat antara lain
pada UUD NRI Tahun 1945 Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30 ayat (1). UUD NRI Tahun
1945 Pasa! 27 ayat (3) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Adapun UUD NRI Tahun 1945 Pasal 30
ayat (1) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pertahanan dan keamanan negara. Berdasarkan kedua pasal tersebut, terlihat
bahwa setiap warga negara wajib ikut serta datam usaha pertahanan dan keamanan
negara.
Sumber : Buku PPKn by Erlangga
Sumber : Buku PPKn by Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar