drop down

Jumat, 08 April 2016

Raden Ajeng Kartini Sang Pelopor Kebangkitan Perempuan Pribumi

Perjuangan RA kartini
( RA. Kartini | Palawan Nasional Indonesia )

Raden Ajeng Kartini atau yang kita kenal dengan nama Ibu Kartini lahir di Jepara tanggal 21 April 1979 tanggal yang juga diabadikan menjadi Hari Kartini. Raden Ayu Kartini adalah tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini juga dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.

Pahlawan Nasional Indonesia

Biografi Raden Ajeng Kartini Pelopor Kebangkitan Perempuan Pribumi
( RA. Kartini | Palawan Nasional Indonesia )
Kartini pada saat itu tidak dapat melanjutkan pendidikannya karena harus memasuki masa pingitan, sampai ada seorang pria yang melamar dan memperistrinya. Tetapi ia berhasrat besar menjadi seorang guru, seperti ditegakannya :
"Saya ingin dididik menjadi guru. ingin mencapai dua ijazah, yaitu ijazah guru sekolah rendah dan ijazah guru kepala. Lalu mengikuti kursus-kursus mengenai kesehatan, ilmu balut membalut, dan pemeliharaan orang sakit".
Guru yang diidamkan adalah yang mengajar disamping ilmu pengetahuan, juga pengertian kasih dan keadilan, atau menurut istilah yang sering digunakannya pendidikan akhlak di samping ilmu pengetahuan. Bila anak perempuan telah dicerdaskan, ia akan memiliki pandangan yang luas dan akan datang juga kiranya keadaan baru dalam dunia Bumi Putera. Menurut Kartini, dari perempuanlah manusia pertama tama menerima pendidikan. Di pangkuan perempuanlah seorang mulai belajar merasa berpikir dan berkata-kata.
Keprihatinan Kertini justru terletak pada rendahnya pendidikan para ibu yang seharusnya memberikan pendidikan itu. Dalam salah satu suratnya ia mengatakan;
"Bagaimana ibu-ibu Bumiputera dapat mendidik anak-anaknya kalau mereka sendiri tidak berpendidikan ? Dapatkah ia dipersalahkan bahwa dia merusak anaknya, merusak masa depan yang disebabkan oleh kelemahan dan kebodohannya ?"
Kartini mengalami bagaimana tradisi itu membelenggu kebebasannya. Niatnya untuk melanjutkan sekolah ke Betawi atau Eropa, gagal. Adat tidak mengijinkan bagi kami, gadis-gadis untuk belajar, kata Kartini. Eropa dipandang sebagai sumber pengetahuan dan ilmu yang dapat ditimba. Hal ini merupakan akibat dari pergaulan akrabnya dengan para sahabatnya dari negeri Belanda, seperti Ny. Abendon Mandiri, Harapannya, setelah tamat belajar dan kembali ke Jawa, Kartini akan membuka asrama untuk puteri-puteri bangsawan. ia berupaya keras agar permohonannya untuk pergi ke Eropa dapat terkabul.

Puncak Perjuangan

Pahlawan Nasional Indonesia
( RA. Kartini | Palawan Nasional Indonesia )
Cita-cita untuk mendirikan sekolah bagi gadis-gadis Bumiputera amat didukung oleh Raden Mas Adipati Ario Sosrodiningrat, ayahnya. Tetapi sang ayah tetap tidak dapat melepaskan puterinya untuk ke Eropa. Ayahnya meskipun setuju dengan pemikiran Kartini, masih terkekang oleh tradisi bahwa seorang perempuan mesti kawin dengan pria yang menjadi pilihannya. Kalau anak perempuannya itu menuntut untuk segera mendapat izin belajar ke negeri Belanda, dia memandangi puterinya itu dengan sedih hati, seolah-olah mengatakan, "hendak cepat-cepat benar kamu meninggalkan Bapak ?".
Ayah Kartini meyakinkan Mr. Abendanon bahwa "calon suami Kartini akan baik sekali kepadanya, menghargainya, dan turut merasakan serta menghayati cita-citanya. Mereka sepaham, dan di sisi Suaminya, Kartini akan lebih baik dan lebih cepat lagi mewujudkan cita-citanya. Kepergiannya ke Eropa juga tidak dapat persetujuan dari Mr. Stijthoff, Residen. Semarang, kesan-kesan yang luar biasa banyaknya yang akan diperolehnya disana, hanyalah akan membingungkan mereka saja. Dan keuangan ayah mereka terlalu jelek untuk membiayai pendidikan tersebut.
Tetapi gagasan untuk mendirikan pendidikan bagi perempuan sangat didukung residen itu. Dukungan itu sesuai dengan mood orang-orang belanda yang dicetuskan oleh Conrad van Deventer dalam majalah De Gids. Tulisah itu menegaskan bahwa orang belanda berutang budi pada rakyat Hindia Belanda yang telah memasukan devisa negara begitu besar. Pemerintah kolonial harus mengembalikan utang sebesar 187 juta gulden dalam beberapa proyek kemanusiaan, salah satunya adalah pendidikan.
Dengan usaha pendidikan maka kaum perempuan akan menjadi sadar akan hak dan tanggung jawab. Mereka akan lebih mampu menempuh jalan hidupnya sendiri. Perempuan yang telah dicerdaskan oleh pendidikan, tidak akan sanggup hidup didunia nenek moyangnya. Mereka akan bangkit berjuang mematahkan belenggu itu. Perjuangan ini akan menghasilkan buah yang disebut Kartini sebagai persamaan Hak yang telah terbayang diudara.
Bangsa Belanda dimata Kartini, acap kali memertawakan dan mengejek bangsanya. Tetapi kalau Bumiputera mau mencoba memajukan diri, maka ancamanlah yang didapatkan mereka. Kekuasaan hanya ada pada penjajah, tegasnya. Dalam perjuangan itu, kaum perempuan tidak peru berputus asa. Kartini menyatakan;
"Hidup itu terlalu indah, terlau sedap untuk dihancurkan dengan ratap tangis akan hal-hal yang tidak dapat diubah".

Pelopor Kebangkitan Perempuan Pribumi

Perjuangan RA kartini
( RA. Kartini | Palawan Nasional Indonesia )
Menjelang perkawinannya dengan Raden Mas Adipati Ario Djojoadiningrat, Bupati Rembang yang sudah beristri, Kartini sangat merasakan hal-hal yang tidak dapat diubah itu. Meskipun sahabatnya Stella Zeehandelaar tidak dapat memahami Kartini yang menerima lamaran Bupati Rembang itu. Tetapi Kartini berhasil melakukan tawar menawar yang menguntungkan bagi kedudukannya sebagai seorang perempuan. Ia di Izinkan mendirikan sekolah untuk para remaja puteri. Dengan suaminya, ia tidak memakai bahasa kromo inggil, seperti dilakukan para isteri pada zamannya. Dalam upacara perkawinan, dia menghapuskan acara membasuh kaki suaminya.
Dalam menerima nasib itu Kartini menyadari bahwa zamannya belum memungkinkan bagi perwujudan cita-citanya secara penuh.
"Perbuatlah sekehendak hati tuan, tetapi tuan tidak akan dapat menahan paksaan zaman juga"
Sesudah melahirkan anaknya yang pertama Raden Mas Susalit, Kartini jatuh sakit dan menutup mata untuk selama-lamanya pada tanggal 17 September 1904 diusianya yang ke 25 tahun. Kumpulan surat-suratnya dibukakan oleh para shabatnya dengan judul Door Dulstemfs tof Licht ( Habis Gelap Terbitlah Terang ). Dalam buku itu berbagai pemikiran, gagasan, dan cita-cita Kartini didokumentasikan yang hingga kini menjadi sumber Inspirasi bagi banyak orang, terutama para Wanita Tanah Air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar