Jakarta, Kemdikbud --- Permainan di layar elektronik seperti Game Online atau Play Station
bila penggunaan dan penerapannya tepat dapat memberikan dampak positif
pada anak, bahkan dapat dirancang khusus sebagai media pembelajaran yang
efektif bagi perkembangan kognitif, motorik maupun sosial-emosional.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menyatakan ada
studi yang menyebutkan bahwa anak yang terbiasa main game yang sesuai umurnya, ternyata mereka pengambil keputusan yang cepat dan berani, berlatihnya dari game.
Tetapi
sebaliknya, jika anak-anak memainkan permainan untuk dewasa maka bisa
menimbulkan dampak negatif. Mereka akan kecanduan karena adrenalin yang
terpacu dan bisa berperilaku brutal.
"Game itu tergantung cara penggunaannya. Jangan anti game, jangan juga buta pro game. Tidak semua game memiliki karakteristik yang cocok untuk dimainkan oleh anak semua umur. Orangtua perlu tahu dan peduli bahwa ada sistem rating
yang memberi peringatan pembelinya tentang kecocokan konten untuk
dimainkan anak usia tertentu. Sehingga anak-anak terhindar dari dampak
buruknya,” kata Mendikbud Anies Baswedan di Jakarta, Senin (25/4/2016).
Di Amerika Serikat misalnya, terdapat sistem Entertainment Software Rating Board (ESRB). Dalam sistem ESRB, terdapat enam kategori rating, yaitu: Early Childhood (cocok untuk anak usia dini), Everyone (untuk semua umur), Everyone 10+ (untuk usia 10 tahun ke atas), Teen (untuk usia 13 tahun ke atas), Mature (untuk usia 17 tahun ke atas) dan Adults Only (untuk dewasa), serta satu kategori antara Rating Pending. Deskripsi konten dalam ESRB pun beraneka, mulai dari Blood and Gore, Intense Violence, Nudity, Sexual Content, sampai Use of Drugs. Di kotak video game biasanya terdapat pengkategorian seperti ini, semisal "Mature 17+: Blood and Gore, Sexual Theme, Strong Language”.
Klasifikasi
ini menjadi sangat penting karena prinsipnya berbagai pihak di
sekeliling anak wajib bertanggung jawab terhadap anak yang termasuk
kelompok rentan terhadap berbagai pengaruh teknologi. Sebagian orangtua
pun amat awam terhadap model/rating game dan tidak menyadari bahwa tidak semua game cocok untuk anak semua umur, sehingga terlewat mengawasi anak-anaknya dalam memilih game.
Anies
Baswedan mengharapkan orangtua menyadari tentang pengkategorian game
ini, serta membimbing dan terlibat bersama anak-anaknya memilih game
yang cocok bagi mereka. Tujuannya agar pada akhirnya anak memiliki media
literacy - kemampuan untuk melek media - memahami alat dan konten yang
mereka gunakan dan mampu memilih yang tepat dan berpengaruh positif.
Penggunaan game
yang baik mampu menghibur tanpa berisiko memberikan dampak buruk,
dimainkan dalam porsi yang pas dan seimbang dengan berbagai alternatif
kegiatan lain. Orangtua juga perlu mahir dalam memanfaatkan video game sebagai salah satu media pembelajaran sesuai minat dan kebutuhan anak.
Anies juga mendorong para pecinta game (gamers) yang telah memahami sistem rating dalam game agar turut membantu menyebarkannya kepada para orangtua dan guru.
Tips Mencegah Kecanduan Game
Direktur Indonesia Heritage Foundations (IHF)
Wahyu Farrah Dina dalam Seminar Pendidikan Keluarga Duta Oase Cinta
yang diselenggarakan Kemdikbud beberapa waktu lalu berbagi tips
menghindarkan anak-anak dari kecanduan game.
Pertama, Susun jadwal aktivitas anak pengganti games: seperti olahraga, seni dan aktivitas lainnya. Kedua, jauhkan peralatan dan software games secara bertahap.
“Yang juga penting, letakkan Play Station, komputer atau perangkat game online lainnya di ruang terbuka. Bukan di kamar anak,” kata Wahyu Farrah Dina. Terakhir, tentu, jangan kenalkan game kepada anak di bawah usia 8 tahun, kecuali game edukatif.***
Sumber : http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/04/hindari-dampak-buruk-game-online-orangtua-perlu-peduli-agar-anak-main-game-sesuai-tingkat-usia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar