drop down

Kamis, 19 Mei 2016

Menengok Sejarah Kebangkitan Nasional

JAKARTA - Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap 20 Mei menjadi titik balik perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan. Sejak saat itu, para pemuda berkomitmen bersatu untuk melakukan perlawanan melalui pergerakan atau organisasi sehingga tidak mengandalkan kekuatan fisik lagi.

Cikal bakal Boedi Oetomo sebagai pelopor organisasi pemuda di Tanah Air diawali oleh gagasan Dokter Wahidin Soedirohusodo mengenai studiefonds atau dana pendidikan. Menurut dia, pendidikan bisa menjadi salah satu cara untuk melakukan perubahan dan meningkatkan kualitas hidup. Lulusan Sekolah Dokter Djawa itu pun berusaha agar jumlah anak pribumi yang mengikuti pendidikan terus bertambah.
"Dokter Wahidin kemudian melakukan perjalanan keliling Pulau Jawa untuk mengenalkan dana pendidikan. Kemudian, saat hendak menuju Banten pada Desember 1907, beliau singgah ke STOVIA. Gagasan Dokter Wahidin tentang dana pendidikan kemudian menarik perhatian beberapa pelajar di sana, yakni Soetomo dan Soeradji," ujar Kepala Seksi Penyajian dan Layanan Edukasi Museum Kebangkitan Nasional (Muskitnas), Sujiman kepada Okezone di Muskitnas, Jakarta, baru-baru ini.
Pada 20 Mei 1908 pelajar-pelajar STOVIA di bawah pimpinan Soetomo kemudian berkumpul di ruang anatomi. Mereka bermusyawarah merencanakan pendirian perkumpulan yang dilengkapi dengan susunan kepengurusannya. Momen inilah yang menjadi lahirnya Boedi Oetomo.
"Soetomo kemudian dipilih sebagai ketua. Nama Boedi Oetomo diambil dari budi pekerti. Artinya, perbuatan mulia yang dapat memberikan budi pekerti yang baik bagi Masyarakat Indonesia. Jadi di sinilah, tempat mereka membuat perkumpulan modern pertama," terangnya.
Pendirian Boedi Oetomo mendapat respons positif dari pelajar STOVIA dan pelajar dari daerah lain sehingga dalam waktu singkat jumlah anggotanya terus bertambah. Bahkan, pesatnya pertumbuhan Boedi Oetomo sempat membuat sang ketua, Soetomo hampir dikeluarkan dari sekolah. Bersamaan dengan rapat dewan pengajar STOVIA yang membahas nasib Soetomo, para anggota dan pelajar lainnya mengadakan aksi solidaritas di depan ruang pengajar.
"Mereka sempat mengancam akan ikut keluar jika Soetomo dikeluarkan dari STOVIA. Beruntung, Direktur STOVIA, Dokter H.F Roll cukup bijak lantaran menilai pendirian Boedi Oetomo merupakan suatu hal yang wajar sebagai bentuk gejolak jiwa muda yang penuh semangat dan ide-ide baru," tuturnya.
Lahirnya Boedi Oetomo kemudian menginspirasi pergerakan timbulnya gerakan pemuda lainnya, seperti Sarekat Dagang Islam dan Muhammadiyah. Soeradji mengungkapkan, hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan mampu mempersatukan para pemuda sehingga menjadi kaum intelektual yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
"Pada 1915 lahir pula Tri Koro Dharmo, yang pada 1917 berubah menjadi Jong Java atau pemuda Jawa. Lalu terbentuk pula Jong Sumatera dan lainnya. Mereka berkumpul tujuannya untuk solidaritas dan kebudayaan, bukan untuk politik. Kesatuan terbentuknya di sekolah," sebutnya.
Sejarah berdirinya Boedi Oetomo tersebut tak terlepas dari Sekolah STOVIA atau Sekolah Dokter Bumi Putera yang didirikan pada 1899. STOVIA menjadi lembaga pendidikan pertama yang menjadi tempat berkumpulnya para pelajar dari berbagai wilayah di Tanah Air.
"Di sinilah tepat dilahirkannya pergerakan pertama untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Mulai 1920 kegiatan pendidikan STOVIA pindah ke gedung baru di Salemba," ucapnya.
Mengingat banyaknya sejarah yang terjadi di Sekolah STOVIA, pemerintah DKI Jakarta pada 1973 melakukan pemugaran dan pada 20 Mei 1974 diresmikan oleh Presiden Soeharto sebagai Gedung kebangkitan Nasional. Kemudian, pada 27 September 1982 pemerintah DKI Jakarta menyerahkan pengelolaan Gedung Kebangkitan Nasional kepada pemerintah pusat. Pada 7 Februari 1984 pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan sebuah museum di dalam Gedung kebangkitan Nasional dengan nama Museum kebangkitan Nasional (Muskitnas) hingga saat ini.

Sumber : http://news.okezone.com/read/2016/05/19/65/1392993/menengok-sejarah-kebangkitan-nasional?page=3


Tidak ada komentar:

Posting Komentar